REWARDS AND PUNISHMENT
Oleh Erma Yunita
“ Suatu hari di kelas 4 sedang belajar Matematika bersama Bu Ina seperti biasa Bu Ina menerangkan materi pecahan, tiba-tiba di barisan belakang terdengar suara ribut dari iwan dan irvan yang sedang asyik ngobrol। Bu Intan pun menghukum Iwan dan Irvan berdiri di depan kelas dengan mengangkat satu kakinya.”
Hal seperti ini sering terjadi di kelas-kelas sekolah negeri kita. Namun sejauh ini apakah cara ini sudah cukup efektif dan berhasil ?. Sudahkah anak tersadar akan kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi ?. Tidak ada yang menjamin hal itu akan terjadi karena efek dari hukuman itu akan berbeda untuk anak yang berbeda.
Keberhasilan proses belajar mengajar sangat tergantung pada kondisi siswa, pendidik, dan instansi pendukung. Untuk membuat suatu kondisi yang kondusif dalam proses pembelajaran maka diperlukan adanya role atau aturan yang jelas. Dengan adanya aturan akan memberikan batasan atau rambu-rambu buat siswa dalam bersikap. Role atau aturan ini harus disampaikan ketika pertama kali sang guru mengajar juga diperlukan kekonsistenan seorang guru dalam memberlakukan aturan tersebut. Karena apabila sang guru tidak konsisten sangat mustahil kedisiplinan dapat diterapkan. Bila dalam 1 bulan pertama guru dapat menghandle dengan baik, anak-anak sudah disiplin, maka bulan-bulan berikutnya pembelajaran akan dapat berjalan dengan baik.
Rewards and punishments bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Untuk mengontrol sikap siswa dan memotivasi mereka dalam belajar, rewards dan punisments dipercaya sebagai cara yang efektif. Pemberian rewards and punishments sangat berkaitan dengan kedisiplinan. Sedangkan kemampuan guru dalam mendisiplinkan anak seringkali dihubungkan dengan kemampuan guru dalam mengelola kelas. Kemampuan guru dalam mengelola kelas diakui sebagai keterampilan yang sangat penting agar proses pengajaran dapat berjalan.
Sebagian guru setuju dengan pendapat bahwa rewards dapat memotivasi anak untuk berprestasi dengan lebih baik. Ketika anak melakukan hal yang baik dan guru memberikan rewards, anak-anak semakin bersemangat dan tertantang untuk melakukannya lebih baik lagi. Memberi lebih banyak rewards lebih baik daripada memberi punishments. Memotivasi anak untuk melakukan hal positif akan jauh lebih baik daripada banyak memberi punishments untuk hal-hal negative.
Namun, beberapa guru yang berpendapat bahwa pemberian rewards and punishments pada anak justru kurang baik Karena tidak mendidik anak untuk mengembangkan nilai-nilai dan keterampilan dalam diri mereka. Rewards and punishments hanya bertujuan sementara yang hanya menginginkan kepatuhan anak-anak. Kalau kita peduli dengan masa depan anak-anak kita maka nilai-nilai yang baik harus ditanamkan dari dalam diri mereka. Mungkin rewards and punishments dapat mengubah perilaku mereka, tetapi hanya sementara saja. Kalau sudah tidak ada rewards, apakah bisa dijamin anak-anak akan tetap melakukan hal-hal yang baik ?
Menurut Alfie Kohn, pemberian hukuman mengajari anak tetang kekuasaan, bukan tentang mengapa dan bagaimana berperilaku baik. Menurutnya, ada 2 hal yang bisa guru lakukan ketika anak berbuat salah, yang PERTAMA : ajaklah anak berpikir tentang konsekuensi apa yang harus dihadapinya, KEDUA : adalah melihatnya sebagai kesempatan yang baik untuk sama-sama berpikir tentang bagaimana cara guru mengatasi hal ini.
Namun seberapa tepat reward dan punishment dilakukan? Hal itu tergantung tipe siswa seperti apakah dalam kelas tersebut? Menurut Douglas McGregor, manusia mempunyai kecenderungan menjadi manusia tipe X dan tipe Y. Tipe X digambarkan sebagai manusia yang pasif, malas dan tidak punya inisiatif dan harus diawasi agar pekerjaannya bisa selesai dengan baik, karena siswa yang seperti ini cenderung menghindar dari tanggungjawab. Sedangkan manusia tipe Y adalah manusia yang penuh inisiatif, bertanggungjawab. Orang ini melakukan pengendalian diri dan pengerahan diri untuk mencapai tujuan yang telah disetujuinya. Dalam kaitan dengan rewards dan punishments, Siswa dengan kecenderungan tipe Y tidak cocok dengan model punishments. Rewards lebih cocok bagi mereka, sebagai penghargaan atas kesholehan yang telah ia lakukan. Bentuk rewards yang diberikan bisa berupa pujian. Sedangkan tipe X, punishments lah yang ditekankan agar mereka dapat menjadi lebih baik dan mengetahui segala konsekuensi yang harus dia tanggung akibat perbuatannya.
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa rewards and punishments dapat memotivasi anak untuk menjadi lebih baik, namun di sisi lain kita juga tidak ingin anak-anak melakukan sesuatu hanya Karena ingin mendapatkan rewards dan berhenti berbuat yang kurang baik Karena takut pada hukuman.
A. REWARDS, REWARDS, AND MORE REWARDS !
Siswa yang menjalankan perilaku yang positif harusnya memperoleh imbalan yang positif, sebaliknya Siswa yang menjalankan perilaku negatif harusnya memperoleh imbalan yang negatif (sanksi). Kalau tidak dilakukan, akan terjadi extinction (pemadaman), dimana Siswa yang semula berperilaku positif tidak akan mengulangi perilakunya, atau menjadi pasif.
Di bawah ini adalah beberapa contoh tentang rewards yang diberikan oleh guru-guru di berbagai belahan dunia:
ü S.T.A.R.S
Ellen McClurg of Turner mengajar di St. Louis, Missouri. Ia menerapkan program bernama S.T.A.R.S : Students That Are Really Serious. Setiap kali ia melihat muridnya yang berbuat baik, mereka mendapat star (bintang) untuk ditempel di kertas mereka. Star dapat mereka peroleh apabila mereka menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, mengerjakan PR, membantu guru, sholat 5 waktu, melakukan piket kelas, dll. Kalau mereka dapat mengumpulkan star sampai 50, mereka dapat menukarkannya dengan beberapa pilihan : satu tiket untuk tidak mengerjakan PR dalam sekali, duduk di tempat yang mereka suka, belajar mandiri di perpustakaan, dapat istirahat lebih dahulu, dll. Menurut Ellen program sangat efektif di kelasnya.
ü FIELD TRIPS
Denise Funfsinn of Earlville School mengatakan bahwa pada akhir tahun anak-anak, beberapa guru, kepala sekolah dan orang tua mengajak anak-anak pergi ke taman bermain di dekat sekolah dan untuk makan bersama sebagai rewards yang diberikan akhir semester berdasarkan berbagai kriteria.
ü Pemberian Point
Siswa yang berprestasi akan diberikan penghargaan. Setiap prestasi dijadikan sebagai poin pengurang manakala siswa bersangkutan pernah mendapatkan poin hukuman. Pemberian point diberikan ketika siswa dapat mengerjakan tugas tepat pada waktunya, bersikap sopan, rajin belajar, tertib, dll. Ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas siswa. Sistem penilaian kinerja sekolah yang selama ini menitikberatkan output ketimbang proses adalah sesuatu yang harus dirubah, akan lebih bijaksana jika keduanya dilihat sebagai indikator suatu keberhasilan.
ü P.A.T (Preferred Activity Time)
Jika anak-anak dapat mengerjakan tugasnya lebih cepat dari waktu yang ada dengan hasil yang baik, guru boleh memberikan rewards berupa bermain game, main computer, dll.
ü The Best Kid in Month
Guru dapat memilih anak terbaik setiap bulannya. Kriteria bisa bermacam-macam, bisa berdasarkan nilai, bisa Karena mereka bersikap baik, bisa karena anak lebih baik dibanding bulan sebelumnya.
ü Stiker atau Stempel
Guru dapat memberikan rewards berupa stiker, star, atau stempel Karena sikap baik dan menyelesaikan tugas tepat pada waktunya. Rewards ini dapat dituker dengan hadiah yang bermacam-macam atau kegiatan yang dilakukan setiap akhir minggu.
ü Papan Rewards
Berikanlah baik rewards secara kelompok ataupun secara individu, membantu mereka belajar dan menerapkan social skills. Jumlahkan point yang didapat anak setiap harinya dan tempelkan informasinya di papan sehingga anak dapat melihatnya setiap hari. Contoh :
Salah satu sekolah di Gunung Kidul membuat Pajangan Rewards and Punishment. Bisa dibuat papan rewards, pada papan rewards` selain nama siswa dibuat kolom-kolom tempat memajangkan tanda bintang sebagai tanda keberhasilan siswa. Aspek positif siswa juga diperhatikan, misalnya paling awal berinisiatif mengajukan pertanyaan, tertib di kelas, datang tepat waktu, melakukan sholat 5 waktu dan . Demikian pula dengan papan punishmenst. Kalau guru melihat munculnya aspek negatif dari siswa, misalnya membuat kegaduhan di dalam kelas, maka tanda bola akan ditempelkan oleh guru di papan punishmenst di samping nama siswa.
ü Senyum, Pujian, Tepukan di bahu
Rewards tidak harus selalu berupa barang. Senyuman, anggukan, pujian, tepukan di bahu juga dapat berfungsi sebagai rewards.
ü Tebak boneka mainan dalam toples
Simpanlah boneka bintang mainan dalam toples dan mintalah anak untuk menebaknya, anak yang menebak dengan bener dapat mendapatkannya di akhir minggu. Hanya anak yang telah selesai mengerjakan tugas yang boleh menebak.
ü Pertanyaan yang menantang
Buatlah pertanyaan setiap minggu yang membutuhkan research dan usaha untuk menjawab. Berilah rewards bagi anak yang dapat menjawabnya dengan benar.
ü No Food for Rewards
Sebaiknya tidak memberikan rewards berupa makanan, apalagi junk food yang memang tidak dianjurkan oleh sekolah. Terkadang juga ada makanan yang tidak boleh dimakan oleh anak karena alasan tertentu, misalnya kesehatan.
Rewards akan berefek berbeda bagi setiap anak dan kondisi yang berbeda, stiker tidak selalu berarti rewards. Tidak semua anak menyukainya. Stiker dapat menjadi reward bagi anak yang menyukainya, tapi tidak bagi anak yang tidak menyukainya. Karena itu sebagai guru kita harus dapat memilih rewards sesuai dengan kondisi siswa kita. Sebelum kita menerapkan reward kita harus mengobservasi efeknya terlebih dahulu.
B. PUNISMENT
Bentuk punishment yang diberikan bisa berupa :
ü Skorsing.
Diberikan apabila siswa sudah melakukan pelanggaran berat, misalnya lebih dari 1 minggu tidak masuk sekolah tanpa alas an yang jelas, mengganggu teman sampai mengancam keselamatannya, dll. Ini berdasarkan aturan yang sudah diatur oleh sekolah. Contoh :
Sebagai contoh salah satu sekolah di gunung kidul, menerapkan bagi siswa yang terlambat masuk dikenai penalti tiga poin, setiap ketahuan berkelahi dikenai penalti empat poin, dan seterusnya. Semuanya diakumulasikan sampai manakala jumlah poin mencapai angka tertentu, katakanlah 100 poin, sekolah berhak mengembalikan si siswa kepada orang tuanya atau skorsing
ü Mengunjungi tempat-tempat khusus.
Ada sebuah sekolah yang memberikan punishments dengan mengajak anak-anak ke penjara, rumah sakit, rumah jompo, ke lembaga pemasyarakatan, dan sebagainya. Juga mengajak anak untuk memberi pelayanan dan memberi donasi pada saat ada musibah. Tujuannya agar anak-anak sadar dan menjauhi hal-hal yang buruk.
ü Memindahkan kelas
Bila sang anak tetap saja melanggar aturan dan mengganggu proses pembelajaran, tidak ada salahnya anak dipindahkan ke kelas yang lebih rendah. Sehingga anak akan merasa malu dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Pastilah sebagai kakak kelas ada rasa gengsi bila dikenal adik kelas karena ketidaksholehannya. Setiap anak pastilah pengen terkenal karena kebaikannya.
ü Mendiamkan anak
Dengan dicuekin di dalam kelas pastilah ada rasa sedih dalam dirinya. Karena tidak ada teman lagi, dengan begitu sang anak pasti akan merasa kesepian dan tidak nyaman, sehingga dia sadar akan kesalahannya dan tidak akan mengulanginya lagi.
Pemberian punishments bisa dengan mendiskusikan terlebih dahulu antara guru dan siswa, tentang punisments apa yang disepakati apabila ada yang melanggar aturan sehingga punishments yang diberikan merupakan kesepakatan antara guru dengan siswa. Dengan demikian siswa tidak akan merasa bahwa punishments itu dibuat oleh guru dan mereka terpaksa melakukannya. Namun mereka melakukannya karena kesadaran dan tidak akan mengulanginya lagi.
“ Selamat mempraktekkan, semoga menjadi guru yang kreatif dan disayang semua siswa ….. amin“
.
Label: Pendidikan